Mgr Hilarius Moa Nurak SVD


Gereja Katolik Tanjung Pinang Merayakan Pesta Perak Uskup Pangkal Pinang tanggal 30 September 2012

Mgr Hilarius Moa Nurak SVD, Uksup Pangkal Pinang.

Riwayat Hidup Mgr Hilarius Moa Nurak SVD

 (foto: mgr-hilarius-moa-nurak-svd)

Lebih dari 69 tahun yang lalu tepatnya  pada tanggal 21 Pebruari 1943, lahir seorang bayi laki-laki dari keluarga sederhana di  sebuah kampung kecil Watebula- Pulau Sumba. Sebuah nama yang bagus  telah diberikan oleh orang tua kepadanya , Hilarius Moa Nurak  artinya Yang Muda-Yang Riang Gembira – Yang Selalu Dikasihi Tuhan. Seperti anak-anak dari keluarga katolik lainnya, Hila- sapaan bagi  Hilarius, sejak kecil  selalu diajarkan rasa cinta akan Doa. Berdoa kepada Tuhan Yesus dan berdoa Rosario adalah kebiasaan dalam keluarganya. Sosok sang  Bapak –Ignasius Paulus Paoe adalah seorang guru sekolah, telah membentuk Iman katolik tumbuh sangat kuat dalam diri Hila. Dan sosok sang Ibu-Bernadetta Modesta Gobang-telah membentuk Hila menjadi anak kecil yang ceria, rajin dan rendah hati.
                                                                                                                   
                                                                                                                         foto ilustrasi
Ketika usia Sekolah Dasar kelas satu,  Hila harus tinggal di asrama. Perpisahaan adalah hal yang sangat menyedihkan hati. Sebagai manusia sebetulnya Ibunya sangat tidak rela mengijinkan anaknya tinggal di asrama namun karena kebutuhan sekolah maka perpisahan itu tidak bisa dihindari lagi.
                                                               
Hari perpisahan itu pun tiba, dan Hila hanya bisa menangis-nangis. Perpisahaan yang tidak ikhlas menyebabkan Hila menjadi pribadi yang diam dan memberontak. Tidak mengherankan jika  ketidaksenangan tinggal di asrama ia tunjukkan dengan sering minggat dari asrama. Kebiasaan Hila setiap jam 10 pagi pulang ke rumah dan sorenya masuk lagi ke asrama akhirnya ketahuan juga oleh Bapak asrama. “Kamu saya kunci di kamar karena sering pulang ke rumah” itulah kata-kata Bapak asrama menghukumnya. Dan Hila hanya bisa nangis-nangis.

   
Dua tahun di asrama begitu cepat berlalu. Kerinduan untuk tinggal  bersama keluarganya bersemi kembali, lantaran Bapaknya pindah tugas ke Maumere. Di rumah sendiri Hila malahan sering bandel, suka jajan dan kadang malas belajar. “Sssstttt jangan bilang Bapak ya kalau saya belum belajar” pinta Hila pada Ibunya.. Bagi Ibunya tidak menjadi persoalan bila Hila menimbulkan masalah kecil dalam rumah. Maklum Hila adalah anak yang disayangi Ibunya. Namun sang Bapak yang berwatak keras. Bila Hila malas belajar, Bapak kadang main pukul bahkan pernah menyeret sepanjang sungai. Meski demikian, Hila diam-diam sangat menyanjung bakat Bapaknya yang pintar dalam bahasa, matematika dan sejarah.
Meskipun bapaknya sangat keras, namun penuh perhatian pada kehidupan pribadi Hila. Hari-hari terlewati penuh  kedekatan dengan Bapaknya,  selalu diselingi dengan dongeng dan cerita. Hila terkesima saat mendengar cerita tentang seminari Mataloko, tempat dulu bapaknya bersekolah, tentang asrama seminari, tentang perpustakaan, tentang lapangan sepak bola. Itulah cita-cita  Bapak yang tidak kesampaian, membuat batinnya ikut bergetir. “Bagaimanapun aku harus bisa tinggal di asrama, agar bisa rajin belajar, bisa bahasa Latin supaya kelak bisa masuk Seminari Mataloko”. Pinta Hila dalam hati.  Itulah cita-cita Hila Kecil. 

 foto ilustrasi
Ketika kelas IV SD, Hila masuk asrama di Lela. Di asrama itu, ia mulai belajar mandiri, makan sendiri, nyuci baju sendiri dan belajar sendiri. Apapun enaknya tinggal di asrama, selalu ada rasa kangen khususnya kepada Ibu dan adiknya…Sehingga kala pulang lagi ke asrama Hila pasti menagis di pojok asrama.  Di asrama itu, Hila senang belajar , membaca di perpustakaan dan bermain sepak bola bersama teman-teman.
Berbekal pengalaman tinggal, dan sekolah di asrama Lela, akhirnya keinginan Hila untuk ke Seminari Mataloko tidak terbendung lagi.


Hari itu untuk pertama kalinya dia melihat langsung Seminari Mataloko- apa yang pernah diceritakan oleh Bapaknya,: tentang sekolah, tentang asrama, tentang perpustakaan dan tentang lapangan sepak bola. Semua menjadi begitu indah namun hari-hari pertama adalah penuh kesedihan baginya karena harus berpisah dengan Bapak, Ibu dan adik-adiknya.  Beberapa sosok pastor yang menjadi pendamping dan motivator dalam perjalanan panggilan Hila selama di Mataloko:

Dua Pastorr Belanda- Pater Bolser dan Pater Groot mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk kepribadian dan pemikirannya. Suatu ketika Pater Groot sangat marah dan  menempeleng Hila lantaran melempar batu kena kepala orang.
Pater Diaz Pater Luis Diaz SVD, .Pater Luis Diaz SVD, sebagai bapak asrama, senantiasa memberikan perhatian dan pendampingan kehidupan pribadinya
Pater Diaz seorang bapak asrama yang baik, sekarang menjadi pastor di Paroki gereja Santu Alfonsos-Pademangan Jakarta Utara. Pater Eben sebagai Rektor Seminari, senantiasa menjadi pengajar dan pendidik yang hebat bagi dirinya.

Saat yang paling mengesankan dalam hidup Hila di Mataloko, ketika  menerima kabar kepergian Ibunda tercinta. Sosok ibunda yang selama itu menjadi sumber kekuatan bagi perjalanan panggilannya, membuat hidup Hila terguncang. Hila protes dan marah, karena Tuhan tidak adil padanya. Namun berkat keyakinan dan doa yang teguh, ia pasrah bahwa peristiwa itu adalah bagian dari rencana besar Tuhan.
Waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa sudah tujuh tahun Hila belajar  di Mataloko. Kini ia akan melangkahkan kaki menuju jenjang yang lebih tinggi, yaitu ke Seminari Tinggi. Keinginan untuk masuk seminari tinggi agak terganjal semenjak kepergian Ibunda tercinta. “Hila jika kamu menjadi pastor, siapakah yang akan mengurus adik-adikmu? Itulah yang tersirat dalam hati kecilnya. Namun berkat kepasrahan dan keyakinan kepada Tuhan, berkat motivasi Bapak dan adik-adiknya, dan berkat dorongan pastor-pastor pembimbing, akhirnya ia memutuskan untuk meneruskan jalan panggilan, dengan memilih Serikat Sabda Allah (SVD) sebagai ordonya.



Pada tanggal 2 Agustus 1972, Hila ditahbiskan menjadi imam di Flores. Tahbisan imamatnya merupakan kado istimewa bagi Ibunda tercinta, hari tahbisan menjadi hari yang penuh bahagia, bagi Bapak, adik-adiknya dan umat separokinya. Mereka  merasa bangga karena Hila-kecil kini menjadi imam. Pater Hila mendapat kesempatan studi Kitab Suci di Roma pada tahun 1974-1976. Sekembalinya dari Roma, sejak tahun 1976 sampai tahun 1984, Pater Hila  bertugas menjadi pastor pembimbing di seminari Hokeng-Flores. Bagi anak-anak seminari Hokeng, pater Hila adalah sosok pater yang sangat rendah hati, penampilan sederhana dan punya jiwa kebapaan yang tinggi. Kecintaan dan kedekatannya dengan anak seminari menjadikannya sebagai figur Pastor Pembimbing yang sangat disukai oleh siswa-siswa seminari.





Setelah 12 tahun menjadi guru dan pembimbing bagi calon imam, Pater Hila  diangkat menjadi Rektor Seminari Mataloko. Dua tahun menjadi rektor, akhirnya Pater Hila  diangkat menjadi Uskup Pangkal Pinang pada tahun 1987. 


Selamat kepada Mgr Hilarius Moa Nurak SVD yang merayakan 25 tahun sebagai Uskup dan 40 tahun sebagai imam. Doa umatmu selalu menyertaimu.

(dari berbagai sumber)